Sabtu, 17 Januari 2009

Kalimantan Rusak

Penebangan kayu secara legal mempengaruhi 700.000-850.000 hektar hutan setiap tahunnya, namun penebangan hutan illegal yang telah menyebar meningkatkan secara drastis keseluruhan daerah yang ditebang hingga 1,2-1,4 juta hektar, dan mungkin lebih dari itu.
Penebangan hutan di Borneo tahun 1980an dan 1990an adalah penebangan yang paling intensif yang pernah dilihat dunia, dengan 60-240 meter kubik kayu dipanen per hektar dibandingkan dengan 23 meter kubik per hektar di Amazon. Menurut Curran, pada masa itu lebih banyak kayu yang di ekspor dari Borneo daripada Amerika Latin dan Afrika digabungkan. Di Kalimantan, sebanyak 80 persen dataran rendah dijadikan konsesi untuk kayu, termasuk seluruh hutan bakaunya yang tampak.
Kelapa sawit adalah bibit minyak yang paling produktif di dunia. Satu hektar kelapa sawit bisa menghasilkan 5.000 kg minyak mentah, atau sekitar 6.000 liter minyak mentah, ini membuat tanaman sawit menjadi tanaman yang paling menguntungkan bila ditanam di perkebunan yang luas. Sebuah studi terhadap 10.000 hektar kebun menunjukkan bahwa tingkat pengembalian modalnya mencapai 26 persen per tahun. Karenanya, banyak petak-petak tanah yang diubah menjadi perkebunan kelapa sawit. Penanaman kelapa sawit di Indonesia telah meluas dari 600.000 hektar di tahun 1985 hingga lebih dari 6 juta hektar di awal 2007, dan diperkirakan mencapai 10 juta hektar pada tahun 2010.
Cara tercepat dan termurah untuk mengosongkan suatu lahan baru untuk perkebunan adalah dengan pembakaran
Di tahun 1982-1983, lebih dari 9,1 juta are (3,7 juta hektar) terbakar di Borneo(Indonesia,Malaysia, & Brunei).
Kebakaran 1997-1998 adalah yang terbesar yang pernah diketahui. Sekitar 9,7 juta hektar hutan dan lahan non-hutan terbakar, serta diperkirakan menyebabkan kerugian ekonomi lebih dari 9 milyar USD dan melepaskan 0,8-2,5 giga ton karbon ke atmosfer. Di Kalimantan barat,tengah, timur dan selatan, lebih dari 6,5 juta hektar terbakar dan asapnya menyelimuti pulau tersebut. "Menyelimuti wilayah seluas 2.000 dari 4.000 km," menurut WWF.
Analisa satelit mengenai kebakaran di tahun 1997-1998 menjelaskan bahwa 80 persen dari kebakaran ini terkait pada pemegang ijin perkebunan atau penebangan hutan.
Bagaimana dengan penambangan?

Badak Kalimantan

Jejak Badak di Kalimantan Barat


Pemikiran mengenai keberadaan badak di kalimantan barat sebenarnya telah mencuat sejak lama, tercatat beberapa upaya dari berbgai pihak untuk mencari dan mengekplorasi lokasi-lokasi yang dirasa memungkinkan sebagai habitat orang utan. Salah satunya yang pernah dilakukan oleh Pusat Penelitian Hutan Tropis Universitas Mulawarman. Dalam kegiatan yang diberi nama Ekspedisi Sungai Barito-Pegunungan Muller-Sungai Mahakam Tahun 2005, team ini memang tidak berhasil menemukan badak, namun team berhasil menemukan beberapa petunjuk bahwa badak pernah ada di tempat ini, salah satunya pada tahun 2002 pendudduk sekitar pernah melihat badak tertabrak truk logging, merskipun sempat dikubur, namun sehari kemudian kuburan digali kembali dan bangkai badak tersebut sudah tidak ada lagi.
Lalu bagaimana dengan keberadaan badak di kalimantan barat? Mungkinkah badak pernah atau masih ada di Kalimantan Barat?
Tentunya perlu pengkajian lebih mendalam untuk mencari jejaknya di bumi khatulistiwa ini. Beberapa bukti yang mengarah kepada keberadaan badak pada masa lalu salah satunya keberadaan sebuah gunung di kapuas hulu yang diberi nama Cemaru, menurut bahasa penduduk sekitar kawasan, cemaru artinya badak. lalu bagaimanakah mereka bisa memberi nama sebuah gunung dengan nama binatang yang belum pernah mereka ketahui sebelumnya, Di kawasan Gunung Berangin (Kab Melawi) kita juga bisa menemukan sebuah jalan setapak yang oleh penduduk setempat diyakini sebagai bekas jejak/jalan badak yang disebut jejak cemaru.
Lain lagi dengan di Kab. Ketapang, di sekitar kawasan Cagar Alam Muare Kendawangan terdapat sebuah desa yang bernama Desa Badak Berendam, mungkinkan kecenderungan masyarakat terdahulu yang biasa memberi nama suatu tempat dengan tanda/ciri khusus/binatang/hewan/kejadian tertentu atau kejadian yang dialami tidak berlaku disini. Selain itu, sekitar tahun1980 an, menurur warga sekitar badak pernah terlihat di kawasan ini.
Sedikit ke Utara, di kawasan Taman Nasional Gunung Palung, pada tahun 1930 an dikabarkan bahwa badak pernah terlihat dikawasan ini. Nun jauh Di perhuluan ketapang, Khususnya hulu sungai Keriau, Masyarakat setempat memliki senjata pusaka yang unik disebut Lema, Senjata ini berbentuk seperti senapan biasa namun ukurannya jauh melebihi ukuran normal, diameter peluru bisa mencapai 5 cm. Menurut cerita masyarakat setempat, orang-orang terdahulu memasang senjata ini dijalan yang biasanya dilalui oleh badak, senjata ini dimodifikasi sedemikian rupa, hingga apabila badak/hewan besar yang melewati trap/jebakan tersebut maka senjata itui akan secara otomatis akan membidik kesasarannya. Biasanya trap ini dipasang hingga berminggua-minggu.

Praktek Illegal Logging Desa Semunying Jaya, Kecamatan Jagoi Babang kabupaten Bengkayang

Pembalakan hutan masyarakat adat oleh Lie (warga Negara Malaysia, yang mendanai) dibantu 8 warga diluar Desa Semunying Jaya (salah satu dari 8, menduduki jabatan penting di Perusahaan) yang membawahi 100 orang pekerja penebang kayu dari Bulan Juni tahun 2008 – sekarang.
Karena
-Pos Libas tidak mengetahui aktivitas
-Akses jalan perusahaan
-Pendanaan dari pihak asing
Rincian Kegiatan
Aktivitas penebangan hutan secara liar (pembalakan) dilakukan dengan menggunakan peralatan chainsaw, dan kemudian hasil hutan berupa kayu olahan di bawa ke Malaysia memanfaatkan akses jalan perusahaan perkebunan kelapa sawit PT Ledo Lestari yang dibuat tahun 2005, jalan perusahaan dengan lebar 8m dan panjang 0,5 km menghubungkan Desa Semunying jaya dengan kampung Rasau (Serawak). Operasi penebangan dilakukan pada siang hari dan pada malam hari pukul 22.00-06.00 proses pengangkutan ke Malaysia menggunakan truk.

Ilegal logging


Ilegal loging merajalela, tak hanya di kawasan hutan alam, tapijuga sudah mencapai kawasan konservasi, salah satu contohnya di Pulau Karimata(Kawasan Suaka Alam Laut Kepulauan Karimata). Modusnya untuk memenuhi kebutuhan lokal padahal sebagian di angkut ke Pontianak dengan kapal-kapal barang.

Hutan untuk kesejahteraan

Hutan sebagai sumber kekayaan alam yang penting perlu dikelola dengan sebaik-baiknya agar memberikan manfaat sebesar-besarnya bagi rakyat dengan tetap menjaga kelangsungan fungsi dan kemampuannya dalam melestarikan lingkungan hidup.Dalam hubungan ini tetap diperlukan peranan hutan sebagai sumber pendapatan dan lapangan kerja bagi penduduk sekitarnya. Hal ini akan lebih meningkatkan rasa tanggung jawab masyarakat untuk membina kelestarian alam. Selanjutnya perlu lebih ditingkatkan produksi hutan terutama untuk memenuhi kebutuhan industri dan energi melalui peningkatan pengusahaan hutan produksi, penyempurnaan tata guna hutan tropis serta pemanfaatan hasil hutan. Usaha perlindungan, penertiban dan pengamanan hutan, penanaman kembali, konversi sebagian hutan alam menjadi hutan buatan, penyuluhan serta pengembangan sistem pemasaran perlu dilanjutkan dan ditingkatkan. Kita merasa bersyukur bahwa Tuhan Yang Maha Pemurah menganugerahkan kita kekayaan alam yang melimpah. Kita dianugerahi ribuan pulau dan lautan yang luas serta selat-selat dengan sumber daya alam yang lengkap dan berharga, seperti sumber daya alam tadi, kita manfaatkan untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat.
Dalam melaksanakan pembangunan, kita harus menghindari cara-cara pembangunan yang menghasilkan kemajuan material tetapi mengakibatkan kerusakan lingkungan. Kita harus mengembangkan pembangunan yang sekaligus melestarikan fungsi lingkungan hidup. Dengan melaksanakan pembangunan yang demikian, maka kemiskinan rakyat dapat kita atasi bersama dengan usaha meningkatkan kualitas hidup rakyat.Lebih dari itu, dengan melaksanakan pembangunan yang demikian, kita juga dapat terus membangun buar selama-lamanya karena sumber daya alam kita miliki tetap lestari.Dalam rangka usaha kita untuk melaksanakan pembangunan yang demikian tadi, pembangunan di bidang kehutanan menduduki tempat yang sangat strategis. Sebab di satu pihak, hutan merupakan potensi yang sangat besar untuk mendukung pembangunan; dan di lain pihak, hutan mempunyai fungsi yang sangat vital bagi kehidupan kita. Dengan memanfaatkan hasil hutan, tidak sedikit lapangan kerja yang dapat kita buka dan tidak sedikit pula devisa yang dapat kita hasilkan.Namun, hutan yang rusak jelas tidak akan mampu lagi menjalankan berbagai fungsi yang sangat vital bagi kehidupan kita tadi. Rusaknya hutan akan mengakibatkan bertambah luasnya tanah gundul, tandus dan tidak produktif. Di samping itu, hutan yang rusak mengakibatkan cepatnya kedangkalan sungai sehingga menimbulkan ancaman banjir di musim hujan dan ancaman kekeringan di musim kemarau. Karena itu, dalam memanfaatkan hutan bagi pembangunan kita harus berusaha untuk memelihara kelestariannya.
Perlindungan Hutan
Hutan-hutan Indonesia sebagai paru-paru dunia, keberadaannya perlu dilestarikan. Oleh karena itu, sebagai usaha konservasi sumber daya alam dan lingkungan hidup. Perlindungan hutan dan pelestariannya diarahkan untuk memberikan perlindungan terhadap proses ekologi yang dapat menunjang dan memelihara sistem penyangga kehidupan umat manusia.Hal itu merupakan tanggung jawab bersama dalam menjaga keberadaan dn menjamin pemanfaatan dan kelestarian plasma nutfah keanekaragaman sumber daya alam beserta ekosistemnya, dari kemungkinan terjadinya penurunan kuantitas maupun kualitasnya dan dalam pengendalian semua bentuk gangguan,ancaman, hambatan , dan tantangan terhadap kelestarian sumber daya hutan.Upaya pemeliharaan, pengamanan, perlindungan, dan pengawetansumber daya alam, baik yang berada di dalam maupun di luar kawasan hutan, dilakukan antara lain melalui pembinaan hutan lindung dan suaka alam, pembangunan hutan wisata, taman hutan raya dan taman nasional, rehabilitasi flora dan fauna, pemantauan dmpak lingkungan, pembinaan cinta alam, serta kegiatan pengamanan dan perlindungan hutan.Sementara itu untuk mendukung industri pariwisata, pembangunan dan pengusahan hutan wisata lebih ditingkatkan melalui peran serta sektor swasta yang prioritas kegiatannya lebih ditekankan kepada pengembangan taman wisata dan taman baru yang potensial. Hal ini selaras dengan kenaikan permintaan terhadap jasa rekreasi hutan wisata dan taman baru, terutama di daerah sekitar batasan kota.
Reboisasi dan Penghijauan
Menyadari pentingnya fungsi hutan bagi kehidupan umat manusia di dunia perlu dilakukan pengendalian dan pencegahan kerusakan, pemulihan kembali fungsi hutan dengan melakukan reboisasi[penanaman kembali] dan penghijauan bagi lahan-lahan kritis.Di dalam rangka meningkatkan daya dukung lahan yang lebih optimal, maka upaya untuk merehabilitasi lahan kritis dan meningkatkan konservasi tanah lebih diperhatikan di masa mendatang. Hal tersebut dilaksanakan antara lain melaluji penghijauan dan reboisasi lahan kritis, yang menitikberatkan pada upaya pengembangan dan peningkatan pengendalian banjir dan erosi dalam DAS prioritas.

Selasa, 13 Januari 2009

Tata Cara Memperoleh Surat Angkut

Berdasarkan Surat Keputusan Menteri Kehutanan Nomor 62/Kpts-II/1998 dan Surat Edaran Direktur Jenderal Perlindungan Hutan dan Pelestarian Alam Nomor 1080/DJ-VI/BKFF/1998 tentang Tata Usaha Peredaran Tumbuhan dan Satwa, terdapat beberapa persyaratan yang harus dipenuhi untuk memperoleh Surat Angkut Tumbuhan dan Satwa Liar.
A. Surat Angkut Tumbuhan dan Satwa Liar Dalam Negeri (SATS-DN)
Cara memperoleh SATS-DN untuk tumbuhan dan satwa liar yang tidak dilindungi untuk keperluan bukan komersil (penelitian, tukar-menukar dan cendramata) adalah :
Mengajukan permohonan kepada Kepala Balai /Unit KSDA dengan melampirkan berita acara pemeriksaan tumbuhan dan satwa liar yang telah dikeluarkan sebelumnya oleh Kepala Balai/Unit KSDA, sedangkan untuk keperluan penelitian harus melampirkan Surat Izin Penelitian baik yang dikeluarkan oleh LIPI maupun lembaga penelitian lain yang bersangkutan.
SATS-DN untuk keperluan bukan komersil yang dikeluarkan berlaku maksimum 6 (enam) bulan sejak tanggal diterbitkan.
Untuk Keperluan Komersil adalah :
Permohonan diajukan kepada Kepala Kantor Wilayah Departemen Kehutanan dan Perkebunan setempat dengan melampirkan Izin Pengedar tumbuhan dan satwa liar yang tidak dilindungi dari Kepala Kantor Wilayah Departemen Kehutanan dan Perkebunan disertai rekomendasi dari Kepala Balai /Unit KSDA serta berita acara pemeriksaan tumbuhan dan satwa liar.
SATS-DN untuk keperluan komersil yang dikeluarkan berlaku maksimum 6 (enam) bulan sejak tanggal diterbitkan.
Untuk mendapatkan SATS-DN bagi tumbuhan dan satwa liar yang dilindungi dari hasil penangkaran untuk keperluan bukan komersil adalah sama dengan cara dan persyaratan yang diperlukan untuk mendapatkan SATS-DN bagi tumbuhan dan satwa liar yang tidak dilindungi.
B. Surat Angkut Tumbuhan dan Satwa Liar Ke dan Dari Luar Negeri (SATS-LN)
Cara untuk memperoleh SATS-LN tumbuhan dan satwa liar tidak dilindungi dan dilindungi Undang=undang dari hasil penangkaran , yang dimanfaatkan untukkeperluan bukan komersil (cendramata, kebun binatang, penelitian, pendidikan, dll) adalah sama dengan cara memperoleh SATS-DN dengan tujuan permohonan adalah Direktur Jenderal Perlindungan Hutan dan Pelestarian Alam (PHPA).
Sedangkan untuk keperluan Komersil yaitu dengan cara :
Mengajukan permohonan Kepada Direktur Jenderal Perlindungan Hutan dan Pelestarian Alam (PHPA) dan melampirkan Izin Usah Pengedar tumbuhan dan satwa liar dari Dirjen PHPA disertai rekomendasi dari Kakanwil Departemen Kehutanan dan Perkebunan setempat yang dilengkapi berita acara pemeriksaan tumbuhan dan satwa liar dari Kepala Balai/Unit KSDA.
SATS-LN yang diberikan oleh Dirjen PHPA berlaku maksimum 6 (enam) bulan sejak tanggal diterbitkan.
C. Surat Angkut Tumbuhan dan Satwa Liar yang Dilindungi Undang-undang Ke dan Dari Luar Negeri untuk keperluan Bukan Komersil adalah dengan cara :
Mengajukan permohonan kepada Menteri Kehutanan melalui Dirjen PHPA dengan melampirkan berita acara pemeriksaan tumbuhan dan satwa yang dilindungi oleh Kepala Balai /Unit KSDA, sedangkan untuk keperluan penelitian wajib melampirkan Surat Izin Penelitian dari LIPI atau Lembaga Penelitian lain yang bersangkutan.
Atas dasar hal tersebut Menteri Kehutanan menerbitkan Keputusan tentang persetujuan angkut untuk tumbuhan dan satwa liar yang dilindungi Undang-undang (CITES) untuk keperluan bukan komersil dan dalam hal tertentu Keputusan dan juga untuk perorangan.
Khusus pemanfaatan jenis Rafflesia (Raflesia Arnoldi), Elang Jawa (Spizaetus bartelsi), Orangutan (Pongo pygmaenus), Komodo (Varanus komodoensis) , Burung Cendrawasih (seluruh famili Paradissidae), Badak Jawa (Rhinoceros sondaicus), Badak Sumatera (Dicerorhinus sumatraensis), Harimau (Phantera tigris), Anoa (Anoa depressicornis), Izin diberikan oleh Menteri Kehutanan dan Perkebunan setelah mendapatkan Persetujuan Presiden Republik Indonesia.
Surat Angkut (SATS-LN) diberikan untuk jangka waktu maksimum 6 (enam) bulan sejak tanggal diterbitkan.

TWA Asuansang, TWA Dungan,dll

· Info Umum Kawasan
Penunjukan keempat kawasan yang terletak di Kecamatan Liku, Kabupaten Sambas Propinsi Kalimantan Barat ini adalah berdasarkan Rencana Tata Ruang Wilayah Propinsi Kalimantan Barat tahun 1995, dengan luas masing-masing kawasan sebagai berikut :
1. Taman Wisata Alam Asuansang dengan luas 4.464 Ha;
2. Taman Wisata Alam Dugan dengan luas 1.142 Ha;
3. Taman Wisata Alam Melintag dengan luas 17.640 Ha dan,
4. Taman Wisata Alam Tanjung Belimbing dengan luas 810 Ha.
Empat kawasan yang terletak dalam satu komplek ini mempunyai tipe ekosistem mulai dari hutan pantai (TWA. Tanjung Belimbing), hutan mangrove (TWA. Tanjung Belimbing dan TWA. Asuansang), hutan rawa gambut (TWA. Asuansang dan Dungan dan Melintang) sampai pada hutan hujan pegunungan rendah (TWA. Asuansang, Dungan dan Melintang).
Untuk potensi sumber daya alam di dalam keempat kawasan ini hingga informasi ini diperoleh masih sangat minim, namun dilihat dari perwakilan tipe ekosistem yang ada diperkirakan keempat kawasan ini memiliki potensi yang tidak kalah penting dan menariknya dari kawasan konservasi lain yang terdapat di Kalimantan Barat.
Jenis-jenis satwa yang baru tercatat hingga saat ini yaitu 31 jenis burung yang salah satunya adalah Punai Imbuk (Chalcohap indica) yang merupakan catatan jenis baru (New Record) untuk Kalimantan Barat. Sedangkan menurut informasi masyarakat setempat jenis-jenis mammalia yang dapat ditemukan pada kawasan ini cukup banyak diantaranya adalah Bekantan (Nasalis larvatus) dan Beruang Madu (Herlactos malayanus) dan untuk jenis reptil yang baru tercatat di Taman Wisata Alam Tanjung Belimbing ada 12 jenis yang diantaranya adalah Penyu Hijau (Chelonia mydas), Penyu Ridel/Lekang (Lepidochelys olivacea), Penyu Sisik (Eretmochelys imbricata), Penyu Belimbing (Dermochelys coriacea), Tuntong (Batagur basca), Buaya Sapit/Senyulong (Tomistoma schelegelii), dan Buaya Muara (Crocodilus porosus) serta Biawak (Varanus salvator).

Hutan Wisata Bukit Kelam

· Sejarah Penunjukan Kawasan
Kawasan yang mempunyai keunikan tipe ekosistem (gunung batu) ini ditunjuk sebagai kawasan Hutan Wisata berdasarkan Surat Keputusan Menteri Kehutanan No. 594/Kpts-II/1992 tanggal 6 Juni 1992.
Secara administrasi pemerintahan masuk wilayah Kabupaten Dati II Sintang dan secara administrasi kehutanan termasuk dalam wilayah KPH Sintang Utara.
Kawasan ini mempunyai topografi datar sampai berbukit dengan tanah didominasi oleh podsolik merah kuning. Menurut Schmidt & Ferguson wilayah ini masuk dalam klasifikasi tipe iklim A dengan curah hujan yang tinggi. Potensi wilayah ini antara lain berbagai jenis flora dan faunanya yang menarik, lokasi wilayahnya yang khas dan mempunyai potensi sebagai ajang wisata alam melihat lokasinya yang dekat dengan kota Sintang.
Untuk kawasan Taman Wisata Alam Bukit Kelam memungkinkan dijadikannya tempat wisata alam yang sangat menarik dengan kondisi bukitnya yang indah, air terjun, goa-goa alam yang menarik serta tebingnya yang menantang dengan ketinggian lebih kurang 600 meter yang diselingi hutan lebat di kaki bukit dan puncaknya. Selain itu di kawasan itu dihuni berbagai jenis fauna termasuk burung walet (Collocalia maxima).
Flora yang paling unik di dalam kawasan ini adalah Kantong Semar Merah (Nephentes sp) yang merupakan tumbuhan endemik kawasan ini, selain itu pada kawasan ini juga terdapat Bunga Patma (Rafflesia tuan-mudae).

Hutan Wisata Baning

· Sejarah Penunjukan Kawasan
Penunjukan kawasan ini pertama kali adalah sebagai Hutan Lindung dengan luas 315 Ha, yaitu berdasarkan Surat Keputusan Bupati Kepala Daerah Tingkat II Sintang No. 07/AA-II/1975 tanggal 1 Juni 1975, tentang penutupan jalan Baning dan jalan Kelam sejauh 2 Km. Selanjutnya berdasarkan Surat Keputusan Menteri Kehutanan No. 129/Kpts-II/1990 kawasan ini ditetapkan sebagai kawasan Hutan Wisata dengan luas 315 Ha. Dengan banyaknya penyerobotan lahan maka berdasarkan hasil rekrontruksi tata-batas tahun 1992 yang dilakukan oleh Sub BIPHUT Sintang dengan Sub Seksi KSDA Sintang, luasan kawasan Hutan Wisata Baning berubah menjadi 213 Ha.

· Letak Kawasan
Taman Wisata Alam Baning merupakan suatu kawasan pelestaian alam yang terletak di pusat kota Sintang. Secara administrasi pemerintahan masuk wilayah Kabupaten Dati II Sintang dan secara administrasi kehutanan termasuk dalam wilayah KPH Sintang Utara.
Batas Hutan Wisata Baning jika dilihat dari pembagian wilayahnya adalah sebagai berikut :
1. Sebeleh Utara berbatasan dengan Kelurahan Tanjungpuri Kecamatan Sintang,
2. Sebelah Selatan berbatasan dengan Sungai Tebelian,
3. Sebelah Timur berbatasan dengan Kelurahan Kapuas Kanan Hulu Kecamatan Sintang,
4. Sebelah Barat berbatasan dengan Desa Terentung Kecamatan Sintang.
· Keadaan Fisik Kawasan
Kawasan ini mempunyai topografi datar dengan tipe ekosistem hutan rawa gambut yang selalu terenang hampir sepanjang tahun. Keberadaan kawasan selain untuk pelestarian jenis tumbuhan dan ekosistemnya juga diharapkan dapat berperan sebagai paru-paru kota Sintang.
Menurut Schmidt & Ferguson wilayah ini masuk dalam klasifikasi tipe iklim A dengan curah hujan yang tinggi. Potensi wilayah ini antara lain berbagai jenis flora dan faunanya yang menarik, lokasi wilayahnya yang khas dan mempunyai potensi sebagai ajang wisata alam melihat lokasinya yang dekat dengan kota Sintang.

Taman Nasional Gunung Palung

· Info Umum Kawasan
Taman Nasional Gunung Palung merupakan salah satu kawasan pelestarian alam yang memiliki keaneka-ragaman hayati bernilai tinggi, dan berbagai tipe ekosistem antara lain hutan mangrove, hutan rawa, rawa gambut, hutan rawa air tawar, hutan pamah tropika, dan hutan pegunungan yang selalu ditutupi kabut. Ditunjuk Menteri Kehutanan, SK No. 448/Kpts-II/1990 dengan luas 90.000 hektar.
Taman nasional ini merupakan satu-satunya kawasan hutan tropika Dipterocarpus yang terbaik dan terluas di Kalimantan. Sekitar 65 persen kawasan, masih berupa hutan primer yang tidak terganggu aktivitas manusia dan memiliki banyak komunitas tumbuhan dan satwa liar.
Seperti daerah Kalimantan Barat lain, umumnya kawasan ini ditumbuhi oleh jelutung (Dyera costulata), ramin (Gonystylus bancanus), damar (Agathis borneensis), pulai (Alstonia scholaris), rengas (Gluta renghas), kayu ulin (Eusideroxylon zwageri), Bruguiera sp., Lumnitzera sp., Rhizophora sp., Sonneratia sp., ara si pencekik, dan tumbuhan obat.
Tumbuhan yang tergolong unik di taman nasional ini adalah anggrek hitam (Coelogyne pandurata), yang mudah dilihat di Sungai Matan terutama pada bulan Februari-April. Daya tarik anggrek hitam terlihat pada bentuk bunga yang bertanda dengan warna hijau dengan kombinasi bercak hitam pada bagian tengah bunga, dan lama mekar antara 5-6 hari.
Tercatat ada 190 jenis burung dan 35 jenis mamalia yang berperan sebagai pemencar biji tumbuhan di hutan. Semua keluarga burung dan kemungkinan besar dari seluruh jenis burung yang ada di Kalimantan, terdapat di dalam hutan taman nasional ini.
Satwa yang sering terlihat di Taman Nasional Gunung Palung yaitu bekantan (Nasalis larvatus), orangutan (Pongo satyrus), bajing tanah bergaris empat (Lariscus hosei), kijang (Muntiacus muntjak pleiharicus), beruang madu (Helarctos malayanus euryspilus), beruk (Macaca nemestrina nemestrina), klampiau (Hylobates muelleri), kukang (Nyticebus coucang borneanus), rangkong badak (Buceros rhinoceros borneoensis), kancil (Tragulus napu borneanus), ayam hutan (Gallus gallus), enggang gading (Rhinoplax vigil), buaya siam (Crocodylus siamensis), kura-kura gading (Orlitia borneensis), dan penyu tempayan (Caretta caretta). Tidak kalah menariknya keberadaan tupai kenari (Rheithrosciurus macrotis) yang sangat langka, dan sulit untuk dilihat.

Taman Nasional Bukit Baka - Bukit Raya

· Info Umum Kawasan
Kawasan hutan Taman Nasional Bukit Baka-Bukit Raya didominasi oleh puncak-puncak pegunungan Schwaner. Keberadaan pegunungan tersebut merupakan perwakilan dari tipe ekosistem hutan hujan tropika pegunungan dengan kelembaban relatif tinggi (86%). Ditunjuk Menteri Kehutanan, SK No. 281/Kpts-II/1992 dengan luas 181.090 hektar.
Tercatat 817 jenis tumbuhan yang termasuk dalam 139 famili diantaranya Dipterocarpaceae, Myrtaceae, Sapotaceae, Euphorbiaceae, Lauraceae, dan Ericadeae. Selain terdapat tumbuhan untuk obat-obatan, kerajinan tangan, perkakas/bangunan, konsumsi, dan berbagai jenis anggrek hutan. Terdapat bunga raflesia (Rafllesia sp.) yang merupakan bunga parasit terbesar dan juga tumbuh di Gunung Kinibalu Malaysia. Tumbuhan endemik antara lain Symplocos rayae, Gluta sabahana, Dillenia beccariana, Lithocarpus coopertus, Selaginnella magnifica, dan Tetracera glaberrima.
Satwa mamalia yang dapat dijumpai antara lain macan dahan (Neofelis nebulosa), orangutan (Pongo satyrus), beruang madu (Helarctos malayanus euryspilus), lutung merah (Presbytis rubicunda rubicunda), kukang (Nyticebus coucang borneanus), rusa sambar (Cervus unicolor brookei), bajing terbang (Petaurista elegans banksi), dan musang belang (Visvessa tangalunga).
Jenis burung yang menetap di taman nasional ini antara lain enggang gading (Rhinoplax vigil), rangkok badak (Buceros rhinoceros borneoensis), enggang hitam (Anthracoceros malayanus), delimukan zamrud (Chalcophaps indica), uncal kouran (Macropygia ruficeps), kuau raja (Argusianus argus grayi), dan kuau kerdil Kalimantan (Polyplectron schleiermacheri). Kuau kerdil merupakan satwa endemik pulau Kalimantan yang paling terancam punah akibat kegiatan manusia di dalam hutan.
Masyarakat asli yang berada di sekitar taman nasional merupakan keturunan dari kelompok suku Dayak Limbai, Ransa, Kenyilu, Ot Danum, Malahui, Kahoi dan Kahayan. Karya-karya budaya mereka yang dapat dilihat adalah patung-patung kayu leluhur yang terbuat dari kayu belian, kerajinan rotan/bambu/pandan dan upacara adat.

Taman Nasional Betung Kerihun

· Info Umum Kawasan
Ditunjuk Menteri Kehutanan sebagai Taman Nasional SK No. 467/Kpts-II/95 dengan luas 800.000 hektar. Sebagian besar keadaan topografi Taman Nasional Betung Kerihun berupa perbukitan, dari bentangan Pegunungan Muller yang menghubungkan Gunung Betung dan Gunung Kerihun, sekaligus sebagai pembatas antara wilayah Indonesia dengan Serawak, Malaysia.
Dari kaki-kaki pegunungan Muller tersebut, mengalir sungai-sungai kecil yang membentuk Daerah Aliran Sungai (DAS): Kapuas, Sibau, Mendalam, Bungan dan Embaloh. Untuk menuju kawasan Taman Nasional Betung Kerihun harus melalui sungai-sungai tersebut.
Taman nasional ini memiliki delapan tipe ekosistem hutan seperti hutan dataran rendah, sekunder tua, Dipterocarpus, sub-montana, dan montana; dengan keanekaragaman tumbuhan bernilai tinggi sebanyak 1.216 jenis yang terdiri dari 418 genus dan 110 famili (75% endemik Kalimantan). Sebanyak 14 jenis merupakan “catatan baru” di Indonesia diantaranya Musa lawitiensis, Neouvaria acuminatissima, Castanopsis inermis, Lithocarpus philippinensis, Chisocheton cauliflorus, Syzygium spicata dan Shorea peltata, serta 13 jenis palem merupakan “catatan baru” di Kalimantan antara lain Pinanga bifidovariegata dan soka (Ixora sp.).
Terdapat kurang lebih 48 jenis mamalia termasuk 7 jenis primata diantaranya klasi (Presbytis rubicunda rubicunda), orangutan (Pongo satyrus), klampiau (Hylobates muelleri), kepuh (Presbytis frontata frontata), dan kokah (P. femoralis chrysomelas); 301 jenis burung yang terdiri dari 151 genus dan 36 famili, 15 jenis burung migran, dan 24 jenis endemik Kalimantan; 51 jenis amfibia, 52 jenis reptilia, 170 jenis insekta dan 112 jenis ikan.
Satwa yang mendominasi dan paling sering terlihat adalah orangutan (Pongo satyrus), rusa sambar (Cervus unicolor brookei), tangkasi (Tarsius bancanus borneanus), owa Kalimantan (Hylobates muelleri), klasi (Presbytis rubicunda rubicunda), beruang madu (Helarctos malayanus euryspilus), lutra (Lutra sumatrana), dan kancil (Tragulus napu borneanus).
Diantara keluarga Bucerotidae yang terdapat di taman nasional ini, yang paling menonjol adalah burung julang emas (Aceros undulatus) dan enggang gading (Rhinoplax vigil) yang merupakan maskot satwa Propinsi Kalimantan Barat.
Taman Nasional Betung Kerihun diusulkan sebagai Cagar Lintas Batas dengan Lanjak Entimau Wildlife Reserve di Serawak.
Selain memiliki keanekaragaman tumbuhan/satwa dan seolah tiada akhir; aliran anak sungai yang sangat jernih berasal dari air terjun/riam di puncak bukit; suara kicauan burung dan pekikan dari berbagai satwa, kesemuanya dapat disaksikan dan dirasakan di dalam taman nasional.
Seperti halnya penduduk asli pedalaman Kalimantan umumnya, masyarakat yang berada di sekitar taman nasional ini sebagian besar berasal dari suku Dayak. Terdiri dari kelompok suku Dayak Iban, Dayak Taman dan Dayak Bukat. Salah satu kebiasaan yang cukup unik dari mereka adalah menggunakan “Tato” pada kulit.

Taman Nasional Danau Sentarum

· Sejarah Penunjukan Kawasan
Kawasan ini ditetapkan untuk pertama kalinya sebagai Cagar Alam berdasarkan Surat Keputusan Penunjukan Direktur Jenderal Kehutanan No. 2240/DJ/I/1981 tangal 15 Juni 1981 dengan luas 80.000 ha sedangkan berdasarkan Surat Keputusan Menteri Pertanian Nomor 757/Kpts-II/Um/10/1982 (Rencana Tata Guna Hutan) tanggal 12 Oktober 1982 dengan luas 75.000 ha, kemudian pada tahun yang sama (1982) komplek Danau Setarum diusulkan menjadi Suaka Margasatwa oleh Sub-Balai KSDA Kalimantan Barat dengan luas 80.000 ha.
Dalam perkembangan selanjutnya berdasarkan Surat keputusan Menteri Kehutanan dan Perkebunan No. 34/Kpts-II/1999 tanggal 4 Pebruari 1999, status kawasan ini berubah menjadi Taman Nasional Danau Sentarum dengan luas lebih kurang 132.000 ha.
· Letak Kawasan

Sebagai Suaka Margasatwa, secara geografis terletak antara 00°45’ - 01°02’ LU dan 111°57’ - 112°20’ BT dan secara administrasi masuk wilayah Kabupaten Dati II Kapuas Hulu dan termasuk dalam 5 (lima) kecamatan, yaitu Kecamatan Batang Lupar, Badau, Selimbau, Semitau dan Empanang. Kawasan yang merupakan sekumpulan danau-danau air tawar dan hutan tergenang ini memiliki keunikan tersediri dan letaknya di pedalaman hulu sungai yang berjarak sekitar 700 km dari muara Sungai Kapuas di Pontianak.
· Kondisi Fisio-Ekologi
Menurut Schmidt & Ferguson masuk dalam klasifikasi tipe iklim A dengan nilai Q = 9,75 % dan curah hujan 4.000 - 4.727 mm/tahun. Besarnya curah hujan ini sangat mempengaruhi keadaan ekosistem danau, dimana kondisi lapangan yang merupakan dataran rendah dengan cekungan-cekungan akan terendam air bila musim penghujan tiba dengan kedalam antara 6 - 14 m dan menjadi lapangan kering bila musim kemarau tiba.
Sekitar sembilan bulan dalam setahun, danau-danau di kawasan ini hampir selalu tergenang air dan pada bulan Juli – Agustus, genangan air pada danau-danau tersebut mulai menurun dan kemudian menjadi daratan yang kering dengan hanya sungai-sungai kecil yang mengalir di sekitar danau tersebut. Kondisi seperti ini merupakan siklus normal setiap tahunnya dan sangat mempengaruhi ekosistem danau secara keseluruhan.
Keadaan lingkungan Danau Sentarum ini sangat komplek tersebut, dengan sistem fluktuasi pasang surut yang sangat menonjol ini, selain mempengaruhi ekosistem danau secara keseluruhan, juga memainkan peranan penting sebagai daerah penyangga bagi sistem perairan Sungai Kapuas, seperti mencegah terjadinya bahaya banjir dan sebagai tempat menyimpan cadangan air sehingga saat musim kemarau keadaan tinggi permukaan air di Sungai Kapuas tetap terjaga.
Kawasan hutan rawa gambut yang terdapat di sekitar daerah aliran sungai dan danau-danau disini banyak mengandung asam-asaman dan tanin dengan tingkat kesadahan air yang berkisar antara pH 4 – 5,5. Kondisi air cenderung berwarna gelap (coklat merah kehitaman), juga menyebabkan penetrasi cahaya matahari yang masuk ke dalam air sangat rendah, sehingga tingkat kesuburan atau kandungan nutrisi perairan tersebut rendah sekali.
· Keadaan Flora
Selain keunikan habitatnya, tumbuhan yang terdapat di Danau Sentarum ini juga mempunyai keunikan tersendiri dimana hampir sebagian besar jenis tumbuhannya mempunyai penampakan yang berbeda dengan tumbuhan yang berada di luar Danau Sentarum. Misalnya saja jenis Dichilanthe borneensis salah satu tumbuhan khas (endemik) dan langka yang ditemukan oleh Beccari, dimana jenis ini merupakan Mising Link antara Rubiaceae dan Famili-familinya, serta satu jenis dari Marga Vatica yaitu Vatica menungau (Menungau) yang hanya dapat ditemukan di Danau sentarum, disamping juga Eugeissona ambigua (Ransa) yang merupakan tumbuhan langka dan diperkirakan menjelang kepunahan dan yang sangat mengagumkan ada satu jenis tumbuhan yang sama dengan yang ada di Amazon yaitu Crateva relegiosa (Pungguk). Menurut Gisen (1995), dari hasil pengumpulan specimen tumbuhan yang telah dilakukannya, banyak jenis yang tidak dapat diidentifikasi dengan menggunakan referensi Taxonomi terbaru dan kemungkinan merupakan ilmu baru.
Tipe vegetasi di Danau Sentarum sangat beragam, yaitu terdiri dari tipe-tipe sebagai berikut :
1. Hutan Rampak Gelagah (Hutan Rawa Kerdil) yaitu hutan rawa dengan pohon-pohon setinggi 5 – 8 meter dan tergenang air selama 8 – 11 bulan dalam setahun. Hutan ini ditandai dengan banyaknya Putat (Baringtonia acutangula) dan Mentangis (Ixora mentangis). Disamping juga terdapat kayu Tahun (Carallia bracteata), Kebesi (Memecylon edule), Kerminit (Timonius flavescens) , Melayak (Croton ensifolius), Galangan dan Landak (Gardenia tubifera).
2. Hutan Gelagah (Hutan Rawa Terhalang) yaitu hutan rawa musiman dengan pohon-pohon kerdil setinggi 10 – 15 meter. Hutan ini ditandai dengan pohon-pohon yang dominan seperti Kamsia, yang banyak ditumbuhi oleh epiphyt, pohon Menungau (Vatica menungau) dan Kenarin (Diospyros coriacea). Setiap tahun pohon-pohon ini terendam setinggi 3 – 4 meter selama 4 – 7 bulan, sehingga hanya terlihat tajuknya saja. Hutan Gelagah ini terkadang pula banyak ditumbuhi oleh Kawi (Shorea belangeran) yang dapat mencapai ketinggian lebih dari 30 meter.
3. Hutan Pepah (Hutan Rawa Tegakan) yaitu hutan rawa dengan tumbuhan yang agak tinggi, yaitu dapat mencapai 25 – 35 meter. Hutan rawa ini banyak ditumbuhi oleh pohon Kelansau, Emang dan Melaban. Pada saat banjir paling tinggi hutan ini tergenang antara 1 – 3 meter selama 2 – 4 bulan.
4. Hutan Tepian (Hutan Riparian) adalah hutan yang biasa dijumpai ditepian sungai besar seperti Sungai Tawang, Belitung dan Empanang. Hutan ini terkadang tergenang selama enam bulan dalam setahunnya. Keberadaan pohon Rengan Merah (Gluta renghas) dan Rengas Manuk (Gluta sp.) sering dapat menjadi petunjuk untuk tipe hutan ini.
5. Hutan Rawa Gambut terdapat disekeliling danau pada daerah yang agak tinggi. Hutan ini mungkin tergenang selama 1 – 4 bulan setahun dengan tinggi genangan kurang dari 1,5 meter. Pohon-pohon yang tumbuh pada tanah gambut yang cukup tebal ini umumnya lebih kecil seperti Bintangur (Callophylum spp.), Kapur (Dryobalanops abnormis), Jambu-jambuan (Eugenia spp.) dan Terindak (Shorea seminis).
6. Hutan Dataran Rendah Perbukitan, tipe hutan ini didominasi oleh jenis-jenis dari family Dipterocarpaceae perbukitan rendah seperti Tengkawang Rambai (Shorea smithiana), Resak (Vatica umbonata) dan (Vatica micratha), Kruing dan Tempurau (Dipterocarpus spp.).
7. Hutan Kerangas, tumbuhan yang tumbuh pada tipe hutan ini biasanya agak kerdil dengan tinggi sekitar 20 – 26 meter, dengan diameter batang yang kecil (kurus) menyerupai pohon pada tingkat tiang. Tanahnya berpasir dan sangat miskin unsur hara (tidak subur).
· Keadaan Fauna
Potensi fauna yang terdapat pada kawasan ini juga cukup banyak dimana dari hasil pengamatan yang telah dilakukan selama lebih kurang empat tahun, berhasil diidentifikasi sebanyak 80 jenis mammalia, 26 jenis reptil, 270 jenis burung dan 260 jenis ikan. Kemungkinan jenis tersebut masih dapat bertambah karena kelompok mammalia kecil, reptilia, amfibia dan invertebrata belum banyak diteliti.
Dari jenis-jenis yang telah berhasil didata ini, banyak diantaranya yang merupakan jenis endemik, langka atau menjelang kepunahan. Seperti misalnya Bekantan (Nasalis larvatus), Kepuh (Presbytis melalophos cruniger), Orang utan (Pongo pygmaeus). Beberapa jenis reptilia penting sperti buaya muara (Crocodylus porosus) dan buaya senyulong (Tomistoma sclagelli), dan bahkan buaya katak/rabin (Crocodylus raninus) yang di Asia telah dinyatakan punah sejak 150 tahun yang lalu diperkirakan masih ada disini.
Mengenai jumlah jenis ikannya juga lebih banyak dari semua jenis ikan air tawar diseluruh benua Eropa, jenisnya sangat beragam mulai dari yang paling kecil sampai yang paling besar yaitu ikan Tapah (Wallago leeri) dari yang tidak bernilai ekonomi sanpai pada ikan hias yang mempunyai nilai jutaan rupiah seperti ikan Siluk Merah (Scleropages formosus).
Burung di kawasan ini juga sangat beragam, lebih dari 12 % burung yang pernah ditemukan di Indonesia terdapat disini. Beberapa diantaranya merupakan burung yang berukuran besar dan termasuk langka seperti Bangau Hutan Rawa (Ciconia stromi), Bangau Tuntong (Leptoptilus javanicus), 8 jenis Rangkong (Bucerotidae).

Cagar Alam Kepulauan Karimata

· Sejarah Penunjukan Kawasan
Gugusan Kepulauan Karimata yang terletak di Kabupaten KAYONG UTARA untuk pertama kalinya ditunjuk sebagai Cagar Alam berdasarkan Surat Keputusan Direktur Jenderal Kehutanan No. 2240/DJ/I/1981 tanggal 15 Juni 1981 dengan luas 77.000 ha, keberadaan status dan luas Cagar Alam ini juga dikuatkan oleh Surat Keputusan Menteri Pertanian No. 575/Kpts./Um/10/1982 tanggal 12 Oktober 1982 (Rencana Tata Guna Hutan Propinsi Kalimantan Barat). Kemudian pada tanggal 27 Desember 1985, berdasarkan Surat Keputusan Menteri Kehutanan No. 381/Kpts – II/1985 Cagar Alam Kepulauan Karimata ditunjuk sebagai Cagar Alam Laut dengan luas 77.000 ha.
· Letak Kawasan
Kepulauan Karimata terletak lebih kurang 100 Km sebelah Barat kota Ketapang, secara administrasi pemerintahan masuk wilayah Kecamatan Pulau Maya Kabupaten Dati II Ketapang dan masuk wilayah administrasi kehutanan pada KPH Ketapang. Sedangkan secara geografis kawasan ini berada pada 1°25¢ - 1°50¢ Lintang Selatan dan 108°40¢ - 109°10¢ Bujur Timur.
· Keadaan Fisik Kawasan
Gugusan kepulauan Karimata terdiri dari dua pulau besar yaitu pulau Karimata dan Pulau Serutu serta sembilan pulau kecil lainnya yang diantaranya adalah Pulau Pelapis Kelawar dan Pulau Pelapis Tengah. Kondisi topografi kawasan ini berupa dataran rendah sampai dengan tinggi yaitu dari 0 – 1030 m di atas permukaan laut.
· Keadaan Tumbuhan dan Margasatwa
Tipe ekosistem yang terdapat di kawasan yaitu mulai dari tipe ekosistem terumbu karang, hutan pantai, hutan mangrove, sampai pada ekosistem perbukian tinggi, karena itu pula potensi flora pada wilayah ini terdiri dari jenis-jenis tanaman laut sampai tumbuhan tingkat tinggi yang tumbuh di bukit pulau Karimata.
Begitu pula untuk jenis faunanya tersusun dari fauna perairan laut sampai fauna perairan air tawar dan darat serta udara. Melihat dari letaknya yang terpisah dari Pulau Kalimantan Besar (Borneo), diperkirakan jenis fauna yang terdapat pada kawasan ini banyak yang tergolong endemik, diantarnya yang baru terdata seperti Duyung (Dugong-dugong), Tuntong (Batagur baska) dan Kura-kura Gading (Olitia borneensis).

Cagar Alam Muara Kendawangan

· Sejarah Penunjukan Kawasan
Kawasan hutan Muara Kendawangan diusulkan menjadi Cagar Alam pada tanggal 15 Juni 1981 yaitu berdasarkan usulan Direktorat Jenderal Kehutanan Nomor 2240/DJ/I/1981 dengan luas 150.000 hektar dan selanjutnya pada tanggal 12 Oktober 1982 dikukuhkan menjadi Cagar Alam melalui Surat Keputusan Menteri Pertanian Nomor 575/Kpts/Um/10/1982 dengan luas 175.000 hektar. Sesuai dengan Surat Keputusan Menteri kehutanan Nomor 174/Kpts-II/1993 tanggal 4 Nopember 1993, dilakukan kembali penataan batas kawasan dengan luas 149.079 hektar.
· Letak Kawasan
Secara geografis Cagar Alam Muara Kendawangan terletak diantara 2° 20¢ - 3° 00¢ Lintang Selatan dan 110° 05¢ - 110° 35¢ Bujur Timur. Berdasarkan pembagian administrasi pemerintahan termasuk dalam wilayah Kecamatan Kendawangan, Kabupaten Ketapang Propinsi Kalimantan Barat.
Cagar Alam Muara Kendawangan berbatasan dengan bentangan alam yaitu :
1. Sebelah Utara berbatasan dengan Sungai Membuluh;
2. Sebelah Selatan berbatasan dengan Sungai Air Hitam;
3. Sebelah Barat berbatasan dengan Laut Cina Selatan;
4. Sebelah Timur berbatasan dengan Laut Jawa.
· Keadaan Fisik Kawasan
1. Topografi
Keadaan topografi Cagar Alam Muara Kendawangan umumnya datar dan hanya dibagian Barat Lautnya yang berbukit serta bergelombang ringan dengan ketinggian antara 0 sampai dengan 191 meter di atas permukaan laut. Bukit-bukit yang terdapat pada bagian Barat Laut tersebut yaitu Gunung Tajam dengan ketinggian 191 m dpl, Bukit Batu Jurung dengan ketinggian 141 m dpl, serta Bukit Danau Udang, Bukit Baang, Bukit Mangkul, dan Bukit Embarang yang ketinggiannya di bawah 100 m dpl.
Pada kawasan Cagar Alam Muara Kendawangan juga terdapat dua Daerah Aliran Sungai (DAS) yaitu DAS Simbar dan DAS Air Hitam Kecil, selain DAS tersebut juga terdapat sungai sungai kecil seperti Sungai Bengkuang, Sungai Matan Sepi dan Sungai Kerandang.
2. Geologi dan Tanah
Berdasarkan pengamatan Geographic Research and Development Centre jenis bebatuan yang terdapat pada kawasan Cagar Alam Muara Kendawangan terdiri dari Kwartet dan Trias yang berasal dari bahan induk Ketapang Compleks.
Jenis tanah sebagian besar adalah Organosol glein humus dengan bahan induk berasal dari Alluvial, Litoral dan Terrace Deposite dengan fisiografi datar; sedangkan pada fisiografi intuksi jenis tanahnya terdiri dari Podsolik Merah Kuning (PMK) yang berasal dari bahan induk batuan beku.
3. I k l i m
Berdasarkan klasifikasi Schmid dan Fergoson, iklim pada kawasan Cagar Alam Muara Kendawangan termasuk dalam type A dengan curah hujan rata-rata 2740,2 mm/th.



· Keadaan Tumbuhan dan Margasatwa
1. Tumbuhan
Tipe ekosistem yang terdapat di kawasan yaitu tipe ekosistem hutan pantai, hutan mangrove, hutan rawa air tawar, hutan rawa gambut dan hutan hujan dataran rendah serta hutan kerangas (Padang Kalap) dan Padang Rumput.
Jenis tumbuhan yang mendononasi masing-masing tipe ekosistem tersebut yaitu :
a. Pada hutan pantai didomnasi oleh Cemara Laut (Casuarina equistifolia) dan Ketapang (Terminalia catapa);
b. Pada hutan mangrove/hutan payau didominasi oleh Bakau-bakauan (Rhizophora spp), Api-apian (Avisenia spp) dan Bruegera spp.
c. Pada hutan rawa air tawar didominasi oleh jenis-jenis bentangur (Callophyllum spp), Pulai (Alstonia spp) dan Jelutung (Dyera costulata);
d. Pada hutan rawa gambut didominasi oleh Ramin (Gonytylus bancanus) dan Bentangur (Callohyllum spp);
e. Pada hutan dataran rendah didominasi oleh Pohon Gelam (Mellaleuca leucadendron) dan Kawi (Shorea belangeran) dan Medang (Litsea sp);
f. Pada hutan kerangas atau padang kalap didominasi oleh Bentangur (Callophyllum spp), Jambu-Jambuan (Eugenia spp dan Beckia sp) serta Karimunting (Melastoma spp);
g. Pada padang rumput didominasi oleh rumput Alang-alang (Imperata cilindrica) dan karimunting (Melastoma spp).
2. Margasatwa
Pada ekosistem pantai menjadi tempat bertelurnya Penyu Sisik (Eretmmochelys imbricata), Penyu Hijau (Celonia mydas), Penyu Belimbing (Dermochellys coreaceae), Tuntong (Batagur baska) dan Kura-kura Gading (Orlitia bornensis). Pada tipe hutan rawa air tawar dan rawa gambut serta hutan dataran rendah menjadi habitat Bekantan (Nasalis larvatus) dan Orang Utan (Pongo pygmaeus) serta beberapa jenis Primata lainnya seperti Kera Ekor-panjang (Macaca pascicularis) dan Lempiau (Hylobates agilis).
Pada Padang Rumput dan Padang Kalap sering menjadi tempat berbagai jenis satwa pemakan rumput (herbivora) terutama jenis Rusa Sambar (Cervus unicolor) dan Pelanduk Kerangas (Tragulus javanicus).
Selain jenis mammalia dan reptilia, pada kawasan Cagar Alam Muara Kendawangan juga banyak terdapat jenis burung air dan burung pantai seperti Pecuk Ular (Anthinga melanogaster), Cikalang Besar (Fregata minor), Cangak Merah (Ardea purpurea), Kuntul Cina (Egreta eulophotes), Cangak Laut (Ardea sumatrana), Kuntul Kerbau (Bubulcus ibis), Kuntul Karang (Egreta sarca), Bangau Hutan Rawa (Ciconia stormi), Bangau Tongtong (Leptoptilos javanicus) dan sebagainya.

Cagar Alam Lo Fat Fun Fie

· Sejarah Penunjukan Kawasan
Ditetapkan berdasarkan Zelber Bels fan Sambas dd. 23, maret 1936 dengan luas 7,8 ha dan berdasarkan Besluit 15 April 1937, No. 15 (Residetie Westerafdeeling Van Borneo, Afdeeling en Onderafdelling Singkawang) dengan luas 7,79 ha. Kemudian kawasan ini dikukuhkan sebagai Cagar Alam berdasarkan Surat Keputusan Mentri Pertanian No. 757/Kpts/Um/10/1982 tanggal 12 Oktober 1982 dengan luas 7,8 ha.
· Letak Kawasan
Secara geografis kawasan ini terletak antara 0°45’- 0°46’ LU dan 109°07’-109°08’ BT, sedangkan secara administrasi terletak di desa Monterado Kecamatan Samalantan Kabupaten Dati II Sambas.
Pengelolaan kawasan ini oleh Sub balai KSDA Kalimantan Barat dan belum ada sarana maupun dana khusus keproyekan.
· Kondisi Fisio-Ekologi
Keadaan topografi kawasan ini merupakan dataran rendah dan daerah berawa-rawa dengan jenis tanah podsolik. Menurut Schmidt & Ferguson masuk klasifikasi tipe iklim A deangan curah hujan rerata 263 mm/th. Ekosistem kawasan merupakan hutan hujan dataran rendah.
· Keadaan Flora dan Fauna
Flora yang merupakan ciri khas Cagar Alam ini adalah Anggrek Batik (Vanda hokeriana) sebagai ciri khas kawasan ini dan karena kecilnya luasan kawasan ini maka untuk jenis flora dan fauna sangat sedikit sekali, ditambah lagi untuk saat ini telah banyak pemukiman, perladangan dan perkebunan disekitar kawasan ini, sedikit banyak akan berpengaruh pada potensi flora dan faunanya. Sebagai contoh misalnya untuk jenis fauna yang dulu diinformasikan bahwa pada kawasan ini terdapat satwa seperti Biawak (Varanus sp), Kancil/Pelanduk (Tragulus javanicus), Trenggiling (Manis javanica) dan Burung Cucak rawa (Pycnonotus zeylanicus), namun sekarang kehadiran satwa tersebut dapat dikatakan hampir tidak ada lagi.

Cagar Alam Gunung Nyiut

· Sejarah Penunjukan Kawasan
Ditetapkan untuk pertama kalinya sebagai Cagar Alam berdasarkan Surat Keputusan Direkur Jenderal Kehutanan No. 2240/DJ/I/1981 tanggal 15 Juni 1981 dengan luas 140.000 ha, kemudian berdasarkan Surat Keputusan Menteri Kehutanan No. 059/Kpts-II/1988 tanggal 29 Februari 1988 dengan luas 124.500 ha.
· Letak Kawasan

Secara administrasi pemerintahan masuk wilayah Kabupaten Dati II Sanggau dan secara administrasi kehutanan masuk wilayah KPH Sambas, KPH Sanggau dan KPH Pontianak.
Pengelolaan cagar alam ini dilaksanakan oleh Sub Balai KSDA Kalimantan Barat dengan seorang jagawana dan belum ada dana keproyekkan khusus untuk kawasan ini.
· Kondisi Fisio-Ekologi
Kondisi topografi Cagar Alam Gunung Nyiut berbentuk perbukitan dengan kelerengan sedang sampai curam. Puncak bukit yang tertinggi pada kawasan ini adalah Gunung Nyiut dengan ketinggian 1701 m dpl. dengan tipe iklim yang termasuk klasifikasi tipe iklim A menurut Schmidt & Ferguson. Kondisi ekosistem yang terdapat pada kawasan ini adalah hutan hujan pegunungan bawah sampai sedang.
· Keadaan Flora dan Fauna
Potensi flora yang menonjol adalah anggrek dan beberapa jenis tumbuhan langka lain seperti Bunga Patma (Rafflesia tuan-mudae). Pada hutan hujan pegunungan rendah didominasi oleh jenis Dipterocarpaceae dan Euphorbiaceae sedangkan pada hutan hujan pegunungan sedang didominasi oleh Dipterocarpaceae perbukitan.
Untuk jenis fauna walau belum pernah diadakan inventarisasi, berdasarkan informasi masyarakat setempat, kawasan ini juga cukup kaya akan jenis fauna, diantaranya ada beberapa jenis fauna yang dilindungi seperti Beruang Madu (Herlactos malayanus), Kelempiau (Hylobates muelleri muelleri), Orang utan (Pongo pygmaeus), Trenggiling (Manis javanica), Landak (Hysterix branchyura), Napu (Tragulus napu), Rusa Sambar (Cervus unicolor), Burung Ruwai (Argusianus argus), Enggang Badak (Boceros rhinoceros) dan mungkin banyak lagi yang belum terdata. Daya tarik lain dari kawasan ini adalah air terjun dan panorama yang indah.

Cagar Alam Raya Pasi.

· Sejarah Penunjukan Kawasan
Penunjukan kawasan hutan Gunung Raya pasi sebagai cagar alam berdasarkan Surat Keputusan Menteri Pertanian Nomor 376/Kpts./Um-5/1978 tanggal 20 Mei 1978 dengan luas 3.742 ha, kemudian berdasarkan Surat Keputusan Menteri Kehutanan Nomor 111/Kpts-II/1990 tanggal 14 Maret 1990 kawasan hutan Gunung Raya Pasi ditetapkan sebagai Cagar Alam dengan luas 3.700 ha.
· Letak Kawasan
Cagar Alam Raya Pasi secara geografis terletak antara 108°59’00" - 109°07’40" Bujur Timur dan 0°48’30" - 0°52’20" Lintag Utara, secara administrasi pemerintahan masuk di Kecamatan Tujuh Belas dan Samalantan Kabupaten Dati II Sambas.
Pengelolaannya dilakukan Sub Balai KSDA Kalimantan Barat yang sampai saat ini belum ada dana yang khusus untuk mengelola wilayah ini.
· Kondisi Fisio-Ekologi
Kawasan ini mempunyai topografi bergelombang mulai dari perbukitan sampai pegunungan dengan ketinggian 150 – 920 m dpl. Jenis tanah podsolik merah kuning yang berasal dari bahan induk batuan endapan. Menurut Schmidt & Ferguson kawasan ini masuk klasifikasi tipe iklim A dengan nilai Q = 5,5 % dengan curah hujan rerata 263 mm/th.
· Keadaan Flora dan Fauna
Flora yang specifik di kawasan ini antara lain berbagai jenis anggrek (Phalaenopsis spp., Coelogyne cominngiilind, Aerides adoratum lour, Debrodium crummenatum, Phapiopedillum pfitt), Bunga Patma (Rafflesia tuan-mudae), Bunga Law Belacan (Rhizanthes zippelii) dan berbagai jenis flora menarik lain.
Fauna yang sering dijumpai adalah Beruang Madu (Herlactos malayanus), Landak (Hysterix branchyura), Kukang (Nycticebos coucang), Binturung (Arctictis binturong), Trenggiling (Manis javanica), burung Enggang (Anracoceros sumatranus), dll. Suatu hal yang sangat menarik dari kawasan ini adalah panoramanya yang indah dan air terjun serta goa.

Cagar Alam Mandor

· Sejarah Penunjukan Kawasan
Cagar Alam Mandor seluas 3.080 hektar ditunjuk berdasarkan surat keputusan Het Zelfbestuur Van Het Landschap Pontianak, Nomor 8 tanggal 16 Maret 1936, yang disahkan oleh De Residen der Westafdeeling Van Borneo, tanggal 30 Maret 1936. Berdasarkan Ordonansi Perlindungan 1941 (Natuurbeschermings ordonantie 1941), Cagar Alam Mandor ini ditunjuk atas alasan botani, yaitu melindungi jenis tumbuhan asli Kalimantan Barat antara lain jenis Anggrek Alam. Selanjutnya Cagar Alam ini ditata batas secara definitif berdasarkan Berita Acara Tata Batas, Tanggal 4 Pebruari 1978, disahkan oleh Menteri Pertanian Ub. Direktur Jeneral Kehutanan, Tanggal 15 Januari 1980. Panjang batas seluruhnya 29 kilometer, yang terdiri dari 23,7 Kilometer batas buatan, dan 5,3 kilometer batas alam.
· Letak Kawasan
Cagar Alam Mandor secara geografis terletak antara 00°15’ - 00°20’ LU dan 109°18’ - 109°23’ BT dan secara administrasi masuk Kecamatan Mandor Kabupaten Dati II Pontianak dan KPH Pontianak.
Pengelolaan kawasan ini masuk dalam wilayah kelola Sub Balai KSDA Kalimantan Barat yang sampai saat ini belum dikelola dengan dana keproyekkan.
· Kondisi Fisio-Ekologi

Keadaan topografi di Cagar Alam Mandor umumnya datar dan berupa dataran rendah dan perbukitan dengan jenis tanah podsolik. Tipe ekosistem yang terdapat di kawasan ini adalah hutan rawa gambut, hutan hujan dataran rendah dan hutan kerangas.
· Keadaan Flora dan Fauna
Potensi flora yang ada adalah vegetasi yang disusun oleh hutan rawa gambut, hutan kerangas, dan hutan hujan dataran rendah tersebut, yang dominasi oleh beberapa jenis pohon seperti : Meranti (Shorea spp), Rengas (Gluta renghas), Jelutung (Dyera costulata) dan Tengkawang (Shorea stenoptera). Selain jenis yang mendominasi tersebut dalam kawasan ini juga banyak terdapat jenis komersil lainnya seperti Merbung/Mabang (Shorea pachyphylla), Agatis (Agathis bornensis), Kebaca (Melanorrhoa walicchii), Keladan (Dryobalanops becarii), Ramin (Gonystylus bancanus) dan beberapa jenis tumbuhan lain. Selain jenis pohon pada kawasan ini juga terdapat 15 jenis anggrek dan 8 jenis Nephentes yang antara lain yaitu : Angrek Hitam (Cologyne pandurata), Angrek Kuping Gajah (Bulbophylum beccarii), Angrek Tebu (Gramotophyllum grama), Angrek Lilin Kecil (Cleisostom subulatum) Eria sp. dan sebagainya.
Untuk jenis fauna, berdasarkan hasil orientasi singkat diketahui bahwa kawasan ini juga banyak terdapat jenis-jenis yang dilindungi, seperti untuk jenis mammalianya adalah Beruang Madu (Herlactos malayanus), Kelempiau (Hylobates agilis), Kancil (Tragulus Napu dan Tragulus javanicus), Rusa Sambar (Cervus unicolor), Binturong (Arctictis binturong), dan beberapa jenis musang (Viverriae) serta Landak (Hysterix branchyura); untuk jenis burung seperti Burung Enggang (Buceros rhinoceros), Burung Ruai (Argusianus argus), Elang Bondol (Heliastur indus), Alap-alap Capung (Mycrohierax fringillarius) dan lain sebagainya.